29/12/2012

That Bad Side In Every Person

Salah seorang temen cewekku pernah ngomong tentang entah-itu-gebetan atau hanya-sekedar-teman cowoknya yang kadang bersikap baik, kadang bersikap menyebalkan. Kemudian dia mengeluh "Kok bisa sih dia itu labil, pas lagi baik aja nyenengin banget. Tapi pas lagi nyebelin, arrrgh like a hell!"

Tiba-tiba aku seperti disadarkan pada sesuatu. Kalo semua yang dikatakan temen cewekku tadi sangatlah manusiawi. Manusiawi kalo wajar manusia itu bisa berada di mood baik, tapi lain hari di mood jelek. Nggak setiap saat manusia itu bisa bersikap baik terus, pasti kadang dia bisa menjadi bad.

Lalu aku berkaca pada diriku sendiri. Apakah aku termasuk bad person ketika mood jelek? Apakah aku melampiaskan bad attitude-ku tidak pada tempatnya ketika mood jelek? Apakah aku melukai mereka-mereka yang terkena imbas dari bad person ini ketika mood jelek?
.......
.....
...
Apakah... itu kamu?


23/12/2012

Selalu Ada Rumah Untuk Kembali


Sudah hampir 3 semester aku kuliah di ITS. Hampir 2 tahun juga, gak kerasa time flies so fast. Padahal kayak baru kemarin jadi maba yang lagi dikader terus diangkat. Lama-lama betah juga di sini, apalagi di PWK. Malah kadang males pulang ke Solo karena saking betahnya di sini hihihi. Kecuali kalau udah bener-bener homesick akut. Tenang saja, selalu saja ada alasan untuk pulang kok.

Saat aku selalu ditanya entah siapapun itu, teman, orangtuanya teman, bahkan orang baru kenal “Kenapa kok milih di Surabaya?” aku selalu bingung mau menjawab apa. Teman-temanku mayoritas melanjutkan pendidikannya di Jawa Tengah, Yogyakarta bahkan ke Jakarta atau Bandung. Kata orang “Ngapain di Surabaya? Di Solo, Jogja kan ada universitas juga. Jauh banget di Surabaya.” Saat itu aku hanya bisa membatin “Jakarta, Bandung kan juga jauh lebih jauh daripada Solo-Surabaya malah.” Tapi daripada aku jadi nggak sopan kalau jawab gitu aku cuma menjawab kalau di ITS itu jurusannya lebih lengkap, lebih bagus, lebih murah dan bla bla bla… Sebenernya aku yakin orang-orang yang menanyaiku waktu itu pasti agak nggak puas dengan jawabanku. Banyak juga universitas yang lebih lengkap, lebih bagus, lebih murah yang bukan di Surabaya. Yah aku bisa apa.

Tapi satu hal yang pasti, pertanyaan itu selalu membuatku berpikir “Kenapa milih Surabaya?” “Kenapa, Ga?” “Gak takut nggak punya temen di sana?” “Temen-temenmu lho dikit yang ada di sana…” Well, pikirku cuma satu. Kalau hidup hanya dihabiskan di satu tempat saja, bakal sia-sia.  Banyak tempat di dunia ini yang belum dikunjugi dengan segala keajaibannya. Jadi aku memberanikan diri untuk settled down lebih jauh dari rumah. Seperti apa sih rasanya jauh dari rumah itu. Jauh dari zona nyaman itu sendiri. Pertama, emang sih aku nggak nyaman dengan semua perubahan drastis itu semua bahkan sampai salah seorang teman menulis di blognya tentang perasaan nggak nyaman yang sempet aku alamin. Tapi semakin kesini, kok semakin betah di sini. Seperti nggak bisa nggak nghabisin satu hari tanpa mereka semua *ceileh*. Tapi bener deh, mereka semua itu udah seperti candu. Kemana-mana bareng, pergi bareng, sampai ngerjain tugas pun bareng. Lengket banget. Mungkin itu ya yang disebut keluarga? Aku nggak tahu, tapi yang pasti di setiap suasana terburuk, ter-absurd ada mereka di sekitarku saja aku bisa merasa nyaman. Selalu ada tempat bagi mereka yang mau mencari. Dan aku selalu mencari hal itu. Hal yang bisa membuatku nyaman. Di ‘rumah’.

Aku percaya rumah adalah tempat di mana hati itu berada. Aku tahu meskipun ‘rumah’ itu terkadang gonjang-ganjing dengan segala keterbatasannya, selalu ada alasan untuk kembali ke ‘rumah’. Selalu ada. Aku juga percaya kepergianku sejauh ini tidak sia-sia. Buktinya, kepergianku ini membawaku ke ‘rumah’ yang lain. Ya, PWK.

keluarga baru di sini