23/01/2012

You Titled It, Vel.

aku nggak tau harus mulai dari mana. oke.

do you believe in inner bond? coincidence? well, if you ask me, things like that are exist. do exist.

my friend, my dearest friend, Evelynn prove that.

suatu kebetulan yang mengerikan, aku, cowok yang nggak ada emo-emonya sama sekali bisa berteman sama cewek super-emo, kacau and a lil bit psycho. (hehehe sori ya Vel :P)
tapi aku nggak menyesal kok dengan kebetulan itu. hei, kita nggak tau rencana Tuhan kan?
seperti rencana Tuhan terhadap aku dan dia yang mengerikannya lagi, mempunyai mimpi yang sama menjadi arsitek.

...well, arsitek.
satu kata yang bisa membuat udara di sekelilingku hilang, mungkin di sekeliling dia juga, aku nggak tahu.

aku menemukan cita-cita brilian ini sejak tahun pertamaku berseragam abu-abu. cita-cita yang melandasi segala perjuanganku selama 3 tahun berseragam abu-abu bersama dia. cita-cita yang mendekatkan kita, membuka kesamaan di antara kita bahkan menguji kita.

oya, Vel kamu masih ingat waktu Edu Expo bertahun-tahun yang lalu?
kita pasti nggak pernah absen dateng ke stand ITB, dan dengan tekun mendengarkan mereka menjelaskan apa itu Institut Teknologi Bandung. aku ingat waktu itu, kita sama-sama heran kenapa sedikit sekali yang minat menjadi arsitek dan heran sekali kenapa banyak sekali yang minat ke Teknik Elektro, Pertambangan, dsb. pikirku waktu itu, apa mereka nggak bakal kesusahan ya nanti?

ya, being an architect was our dream once after God gives us some game to play.
a game where we both act as two-winged birds, flying to find their home.
at the very beginning, we don't know seperti apa rumah kita nanti. rumah itu hanya Tuhan yang tahu wujudnya.
we fly, fly, and fly.
sampai pada suatu ketika, burung-burung itu kehilangan sebelah sayapnya.
but the game must go on.
kami dipaksa terus mengepakkan sayap sebelah kami, kami belum sampai rumah.
aku sudah kehilangan kendali, segala yang kulihat sudah tidak seimbang, aku nggak tahu bagaimana dengan dia.
adilkah ini?
melihat teman-temanku yang lain sudah menemukan rumah mereka.
sementara kami yang tergopoh-gopoh, berusaha menemukan jalan menuju rumah kami. jalan yang tidak semudah mereka yang sudah menemukan rumahnya masing-masing.
dia lelah, aku capek. 
aku kecewa. aku bahkan sempat meragukan bahwa adakah rumah untuk kita nanti, Tuhan?
but, once again, the game must go on.

dia mulai setengah menyerah melepaskan cita-citanya menjadi arsitek dan mengikuti takdir Tuhan. 
so do I.
aku juga mulai melupakan cita-citaku menjadi arsitek setelah berkali-kali ditolak.

sampai pada suatu ketika takdirku adalah tengah malam itu, 
Perencanaan Wilayah dan Kota Insititut Teknologi Sepuluh November. 
"Selamat datang di Kampus Perjuangan!"
airmataku menetes.

tidak beberapa lama, kabar bahagia datang dari dia juga.
Teknik Industri Universitas Brawijaya.

kebetulankah?
suatu kebetulan yang membuat kami satu-satunya yang merantau di Jawa Timur.
aku Surabaya dia Malang. setidaknya ikatan itu tidak akan pernah putus.

tentang mimpi aku & dia, arsitek.
biarkan itu menjadi memori yang terus akan mengingatkanku bahwa perjuanganku tidak berhenti sampai disini. 
burung itu belum sampai rumahnya, ini sekedar pemberhentian. jalan menuju rumah itu masih panjang.
mengingatkanku bahwa Tuhan, selalu punya rencana bagi setiap makhluk-Nya.
ketika Dia bilang,"Tunggu" tunggulah.

...dan inilah hasil dari menunggu itu. ;)





in my reply to Evelynn Calyla Ellma. (sorry if my reply is not so good, Vel. I'm not so good if it comes to writing)



dedicated to :
Nindy Nandira, friend of us that prove waiting is worth for you. God really Bless you, Ndi.