24/08/2011

Born to Survive

Tiga tahun lalu...

Sore itu aku berdiri di lapangan sekolahku. Baris berbaris adalah wajib untuk diikuti oleh semua murid tahun ajaran baru itu. Sebagai agenda dari kegiatan masa orientasi sekolah untuk murid baru yang diterima di salah satu sekolah negeri favorit di kotaku ini. Maka aku sebagai murid baru ya harus ikut, no excuses. Datang dengan dandanan culun, baju rapih dimasukkan dalam celana di atas lutut. Kaki dihiasi sepasang kaos kaki sepanjang 15 senti berwarna hitam, dengan aksesori kalung cocard yang jelek. Baris berbaris ini adalah kegiatan yang bertujuan untuk melatih kedisplinan, kepemimpinan dan kekuatan para murid baru dengan pelatihnya adalah senior, senior dan senior.

Tiba hari terakhir dari pelatihan baris berbaris ini, seluruh murid baru dikumpulkan sekali lagi di tengah lapangan. Terjadilah seleksi untuk mereka yang ingin bergabung dengan senior untuk melanjutkan tujuan dari baris berbaris ini.

Dengan mata (harus) terpejam, aku mengangkat tanganku. Seketika itu aku juga langsung ditarik keluar dari barisan masih dengan mata (harus) tertutup.

Aku dan murid baru lainnya dikumpulkan di sisi lain lapangan. Kami adalah para bakal calon. Belum sepenuhnya menjadi bagian dari para senior. Masih ada tiga hari seleksi tahap dua.

Hari kedua seleksi tahap dua...

Kami para bakal calon diberikan 2 pilihan : mau lanjut atau berhenti. Alasan berhenti bisa bermacam-macam.
Dengan mata (harus) terpejam, aku memilih pilihan kedua. Aku ingin berhenti.

“Kenapa kamu ingin berhenti?,” tanya senior.
“Saya tidak punya waktu,” kataku dengan mata dipejam-pejamkan.
“Bagaimana kamu ini?! Sejak awal ingin menjadi bagian dari kami, banyak waktu adalah syarat utama. Dengan kamu menjadi bakal calon, berarti kamu menyetujui syarat utama,” jelas senior.
“Tapi saya benar-benar tidak ada waktu senior,” terangku.
“Kenapa bisa?,” tanyanya.
“Saya setiap sore ada les,” jawabku mulai gemetaran.

Dan mulai saat itu, setiap aku ditanya senior, aku menjawab dengan nada gemetar dan lirih cenderung hendak menangis.