07/11/2011

Loony Lonely




Jenuh dengan rutinitas kuliah yang begitu-begitu saja, aku dan teman-teman berunding untuk refreshing. Akhirnya terpilihlah suatu agenda dengan mengunjungi suatu tempat.

H-3
Mengindahkan ajakan

H-2
Saling mengingatkan agar tidak lupa dengan hari-H nanti

H-1
Sudah membayangkan hari-H itu nanti seperti apa

Hari-H
JEDAARRR!
Pesan di SMS : Ga, kayaknya hari ini nggak bisa deh. Anak-anak pada keluar sendiri-sendiri.

Yaaah, sendirian lagi deh malam minggu ini. Huks.

-_______-

Hal yang paling dihindari setiap manusia yang ditakdirkan berpasang-pasangan adalah being alone.

10/10/2011

Rumput Tetangga yang Selalu Hijau

Aku pengen putih.
Aku pengen bisa berbicara seperti caramu.


Aku pengen rambutmu.
Aku pengen gayamu.
Aku pengen sifatmu.


Aku iri.
Aku pengen seperti kamu.

Arrrgh!


Kenapa ya selalu aja aku nggak pernah bisa mensyukuri? Selaluuu aja dia, kamu dan mereka, terlihat sempurna. Aku benci kenapa aku nggak bisa seperti dia, kamu dan mereka yang keren, yang bikin iri, yang ini, yang itu. Dan lainnya yang menambah kebencian terhadap diriku sendiri.

Pernah aku mengatakan niatku untuk berkacamata ke temen yang sudah lama berkacamata. Katanya, "ngapain kacamataan?!" Kayak nggak mensyukuri aja punya mata normal. Justru itu, aku pengen keliatan keren dengan berkacamata. Pengen kayak dia, kamu dan mereka yang bagiku keren berkacamata. 

KAPAN AKU BISA BERSYUKUR?


24/08/2011

Born to Survive

Tiga tahun lalu...

Sore itu aku berdiri di lapangan sekolahku. Baris berbaris adalah wajib untuk diikuti oleh semua murid tahun ajaran baru itu. Sebagai agenda dari kegiatan masa orientasi sekolah untuk murid baru yang diterima di salah satu sekolah negeri favorit di kotaku ini. Maka aku sebagai murid baru ya harus ikut, no excuses. Datang dengan dandanan culun, baju rapih dimasukkan dalam celana di atas lutut. Kaki dihiasi sepasang kaos kaki sepanjang 15 senti berwarna hitam, dengan aksesori kalung cocard yang jelek. Baris berbaris ini adalah kegiatan yang bertujuan untuk melatih kedisplinan, kepemimpinan dan kekuatan para murid baru dengan pelatihnya adalah senior, senior dan senior.

Tiba hari terakhir dari pelatihan baris berbaris ini, seluruh murid baru dikumpulkan sekali lagi di tengah lapangan. Terjadilah seleksi untuk mereka yang ingin bergabung dengan senior untuk melanjutkan tujuan dari baris berbaris ini.

Dengan mata (harus) terpejam, aku mengangkat tanganku. Seketika itu aku juga langsung ditarik keluar dari barisan masih dengan mata (harus) tertutup.

Aku dan murid baru lainnya dikumpulkan di sisi lain lapangan. Kami adalah para bakal calon. Belum sepenuhnya menjadi bagian dari para senior. Masih ada tiga hari seleksi tahap dua.

Hari kedua seleksi tahap dua...

Kami para bakal calon diberikan 2 pilihan : mau lanjut atau berhenti. Alasan berhenti bisa bermacam-macam.
Dengan mata (harus) terpejam, aku memilih pilihan kedua. Aku ingin berhenti.

“Kenapa kamu ingin berhenti?,” tanya senior.
“Saya tidak punya waktu,” kataku dengan mata dipejam-pejamkan.
“Bagaimana kamu ini?! Sejak awal ingin menjadi bagian dari kami, banyak waktu adalah syarat utama. Dengan kamu menjadi bakal calon, berarti kamu menyetujui syarat utama,” jelas senior.
“Tapi saya benar-benar tidak ada waktu senior,” terangku.
“Kenapa bisa?,” tanyanya.
“Saya setiap sore ada les,” jawabku mulai gemetaran.

Dan mulai saat itu, setiap aku ditanya senior, aku menjawab dengan nada gemetar dan lirih cenderung hendak menangis.